Minggu, 13 Juli 2014

Makanan Khas Aceh


Daun sirih di Aceh dinamakan Ranub. Ranub memainkan peranan penting dalam kehidupan orang Aceh. Ranub yang telah dibubuhi kapur, irisan pinang, dan gambir kemudian dikunyah sebagai makanan pelengkap.
Prosesi penyiapannya dari memetik daun sampai dengan menyajikannya divisualisasikan menjadi sebuah gerakan tari yang sangat dinamis dan artistik. Gerakan inilah yang akhirnya menjadi tarian tradisional asal Aceh yang dinamakan Tari Ranub Lampuan. Menyajikan ranub kepada tamu dalam tradisi Aceh adalah sebuah ungkapan rasa hormat.
Namun kita tidak pernah memperhatikan dengan seksama apa yang ada di balik semua aktifitas yang berkaitan dengan ranub. Ranub bagi masyarakat Aceh tidak hanya sekedar tumbuhan yang memiliki manfaat secara fisik semata. Namun di balik itu ada berbagai penafsiran poli-interpretasi, karena di dalam memahaminya ranub menjadi simbol yang multi rupa.
Pemaknaannya secara sosial dan kultural digunakan dalam banyak cara dan berbagai aktivitas. Ranub dengan segala perlengkapannya memainkan peranan penting pada masa kesultanan Aceh, dalam upacara-upacara kebesaran sultan.
Selain itu dalam perkembangannya, ranub juga menempati peranan yang cukup penting dalam sistem daur hidup (life cycle) masyarakat Aceh. Jika ada acara-acara resmi, seperti pernikahan, hajatan sunat, bahkan di acara penguburan mayat sekalipun, ranub seolah menjadi makanan wajib. Sehingga ada anggapan, adat dan ranub menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan di Aceh.
Dari masa sebelum melahirkan yakni ketika usia kehamilan mencapai tujuh atau delapan bulan, mertua sudah mengusahakan seorang bidan untuk menyambut kelahiran bayi. Pihak mertua dan ibunya sendiri biasanya mempersiapkan juga hadiah yang akan diberikan kepada bidan pada saat mengantar nasi sebagai tanda persetujuan.
Tanda ini disebut dengan peunulang, artinya hidup atau mati orang ini diserahkan kepada bidan. Setelah menerima peunulang, ada kewajiban bagi bidan untuk menjenguk setiap saat. Bahkan kadang-kadang ada yang menetap sampai sang bayi lahir. Biasanya hadiah yang diberikan kepada bidan antara lain seperti, ranub setepak (bahan-bahan ranub), pakaian sesalin (biasanya satu stel), dan uang ala kadarnya.
Pada saat bayi lahir, diadakan pemotongan tali pusar dengan sebilah sembilu, kemudian diobati dengan obat tradisional seperti dengan arang, kunyit, dan air ludah ranub. Upacara yang berkaitan dengan daur hidup lainnya yang didalamnya menggunakan ranub sebagai salah satu medianya adalah upacara antar mengaji.
Upacara perkawinan dalam masyarakat Aceh juga mempergunakan ranub dalam rangkaian upacaranya. Setelah seulangke mendapat kabar dari ayah si gadis, lalu menyampaikan kabar suka cita kepada keluarga pemuda, ditentukan waktu atau hari apa mengantar ranub kong haba, artinya ranub penguat kata atau perjanjian kawin (bertunangan).
Kemudian keluarga si pemuda mengumpulkan orang-orang patut dalam kampung kemudian memberi tahu maksud bahwa dimintakan kepada orang-orang yang patut tersebut untuk pergi ke rumah ayah si gadis untuk meminang si gadis dan bila dikabulkan terus diserahkan ranub kong haba atau tanda pertunangan dengan menentukan sekaligus berapa mas kawinnya (jiname/jeulamee).
Dalam hubungan sosial masyarakat Aceh, ranub juga memiliki fungsi dan peranan penting antara lain untuk penghormatan kepada tamu. Sekaligus untuk menjalin keakraban dan perasaan solidaritas kelompok, maupun sebagai media untuk meredam/menyelesaikan konflik serta menjaga harmoni sosial.

Selasa, 08 Juli 2014

Kelebihan di Kampus UMM


Tentang UMM (Kelebihan UMM)


Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) merupakan salah satu amal usaha milik Persyarikatan Muhammadiyah yang cukup strategis.  Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari misi besar persyarikatan sebagai gerakan tajdid yang melakukan pembaharuan diberbagai bidang antara lain ekonomi, sosial, dan keagamaan.
Muhammadiyah  adalah gerakan tajdid modernis pertama di Indonesia yang melakukan kegiatan nyata dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, pengembangan universitas ke depan harus memperhatikan dan memadukan secara terintegratif antara misi pendidikan dengan misi persyarikatan secara konsisten. Arah pengembangan tersebut setidaknya berdasarkan pada 3 (tiga) hal, yaitu pertama  eksistensi UMM tidak dapat dilepaskan dari  amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah.  Kedua UMM adalah institusi penyelenggara pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab melahirkan (meluluskan), baik D-III, S1 dan S2 yang mempunyai kemampuan menguasai dan mengembangkan ilmu dan kompetensi sesuai bidangnya secara etis dan Islami (berbasis pada nilai-nilai Islam) berdasarkan pada standar kurikulum dan harapan masyarakat sebagai  pengguna jasa lulusan pendidikan tinggi.  Ketiga  pengembangan pendidikan UMM harus dilakukan secara terintegratif antara misi Persyarikatan Muhammadiyah dan misi pendidikan tinggi sebagai penyedia jasa bagi masyarakat pengguna.
UMM ingin menjadikan kampus bukan sekedar sebagai tempat transformasi ilmu dari pihak dosen kepada mahasiswa yang berlangsung secara formal dan mekanis sifatnya, begitu pula tidak sekedar menyelenggarakan ujian-ujian untuk memperoleh sertifikat dan tanda lulus, lebih dari itu ingin menjadikan dirinya sebagai ”rumah ilmu”. Yakni sebagai rumah ilmu penghuninya yang selalu memiliki ciri khas mengedepankan keberanian yang bertanggung jawab, kebebasan yang didasari kekuatan nalar yang kokoh serta keterbukaan dalam menerima segala informasi keilmuan yang diperlukan dengan dilandasi keimanan dan ketakwaan yang mantap.
UMM terus melakukan pengembangan dan pembaharuan (develop and reform)memasuki usianya yang ke-42 saat ini. Terobosan strategi dan perbaikan berkelanjutan senantiasa dilakukan untuk mewujudkan misi universitas sebagai the real university yang memadukan antara kompetensi dan aplikasi keilmuan dan teknologi yang berbasis pada nilai-nilai dan etika islam sebagai landasan bagi perubahan sosial sebagaimana visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan.  Adapun visi, misi dan tujuan universitas adalah sebagai berikut : 
aVISI   :    Menjadikan universitas terkemuka dalam pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan nilai-nilai Islam 
MISI  :
           a.       Menyelenggarakan pendidikan yang bermutu.
        b.      Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dapat              kesejahteraan manusia.
           c.       Menyelenggarakan pengelolaan universitas yang amanah
         d.      Menyelenggarakan pembinaan civitas akademika dalam kehidupan yang Islami  sehingga mampu beruswah hasanah.
          e.       Menyelenggarakan kerja sama dengan pihak lain yang sling menguntungkan. 

TUJUAN :
  a.       Menghasilkan lulusan yang beriman, bertaqwa, menguasai IPTEKS, professional, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, dan mandiri menuju terwujudnya masyarakat utama.
  b.      1). Meningkatkan kegiatan penelitian sebagai landasan penyelenggaraan  pendidikan dan mengembangkan IPTEKS.
             2).  Menghasilkan, mengamalkan, mengembangkan, dan menyebar luaskan IPTEKS dalam skala regional, nasional dan internasional.
   c.       Mewujudkan pengelolaan yang terencana, terorganisir, produktif, efektif, efisien dan                 terpercaya  untuk menjamin keberlanjutan universitas.
   d.      Mewujudkan civitas akademika yang mampu menjadi teladan dan kehidupan  masyarakat.
   e.       Menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam lingkup regional, nasional dan internasional untuk pengembangan pendidikan dan penelitian


Visi, misi dan tujuan sebagaimana tersebut di atas dirumuskan karena diilhami oleh cita-cita luhur Universitas Muhammadiyah Malang untuk menjadi Perguruan Tinggi Terkemuka, baik ditingkat nasional maupun regional, yang mampu menghasilkan lulusan yang bermutu yang siap untuk  bersaing dipasar global.  Untuk mencapai cita-cita dimaksud maka strategi yang ditempuh adalah;
a.       Mendorong dan memfasilitasi semua Jurusan dan lembaga-lembaga yang ada di UMM untuk selalu melakukan inovasi-inovasi pengembangan IPTEKS yang spesifik sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing berdasarkan nilai-nilai Islam.  Disamping itu semua Jurusan dan Lembaga yang ada juga didorong untuk menggalang kerjasama dengan berbagai pihak terkait, baik dengan pihak pemerintah maupun swasta.
b.      Secara berkelanjutan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap proses dan ouput penyelenggaraan kegiatan yang menjadi keunggulan spesifik Universitas Muhammadiyah Malang, yaitu penguasaan teknologi informatika melalui training aplikasi internet, penguasaan bahasa inggris melalui kegiatan English Special Purpose(ESP) dan perkuliahan Al Islam dan Kemuhammadiyahaan (AIK).  Ketiga jenis kegiatan tersebtu bersifat wajib bagi semua mahasiswa UMM.
  
  Rencana Pengembangan Jangka Panjang Perguruan Tinggi
Dunia pendidikan saat ini mengalami situasi lingkungan persaingan yang semakin kompetitif. Kompetisi antar Pendidikan Tinggi, baik PTN, PTS maupun PTA, berlangsung sangat ketat, tajam, dan hampir tanpa batas.  Perguruan Tinggi yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif, tidak akan mampu bersaing secara fair dan terbuka. Akibatnya bisa dipastikan mereka akan tumbang oleh seleksi alam.
Universitas Muhammadiyah Malang menyadari kondisi tersebut dan melakukan beberapa langkah strategis yang dipsersiapkan secara mantap melalui pembuatan Rencana Strategi (Renstra). Renstra berisi adalah kumpulan berbagai kebijakan strategis yang berisi visi, misi, tujuan, dan strategi jangka  pendek, menengah, dan jangka panjang untuk menghadapi tantangan masa depan.  Renstra menjadi dasar pijakan dalam penyusunan rencana-rencana strategi pada lembaga di tingkat Fakultas, lembaga-lembaga di tingkat lebih bawah ataupun lembaga-lembaga di tingkat persyarikatan.
Tujuan pembuatan rencana strategi ini adalah untuk mengindentifikasi, meng-ukur, dan mensinergiskan berbagai kekuatan yang dimiliki lembaga, sehingga mampu mengoptimalkan dan meraih  peluang keunggulan dalam persaingan global.  Rencana strategi bertujuan untuk:
a.       Menjadi dasar dan arah dari pengembangan universitas dengan lembaga-lembaga di bawahnya,
b.      Menjadi cermin evaluasi untuk mengukur posisi dan eksistensi Universitas Muhammadiyah Malang saat ini dan masa mendatang,
c.       Menjadi dasar evaluasi kendala-kendala yang dihadapi untuk pembuatan atau penyempurnaan rencana strategi selanjutnya,
d.      Menjadi tolak ukur pengukuran kinerja seluruh lembaga pada periode-periode tertentu, sehingga dapat dilakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Renstra juga merupakan skenario yang cukup realistik yang disusun oleh lembaga berdasarkan pada pengalaman, kondisi saat ini serta analisis situasi terhadap komponen-komponen penentu (sumber daya) yang diproyeksikan akan dimanfaatkan dalam jangka waktu 10 tahun mendatang, sehingga dapat diimplementasikan untuk menyusun langkah pengembangan menuju The Real University  yang berbasis pada keunggulan dan keterdepanan
Rencana Strategi Universitas Muhammadiyah Malang 2000 – 2010, termuat rumusan pengembangan universitas melalui 11 strategi pengembangan, yaitu:
a.       Menjadikan kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai pusat aktifitas akademik di tingkat regional dan nasional.
b.      Meningkatkan mutu akademik baik proses maupun lulusannya.
c.       Mencetak lulusan yang berjiwa enterpreneurship dan bermoral etis Islami yang tinggi.
d.      Menuju Real University.
e.       Pengembangan fakultas dan sarana fisik, terutama pada Fakultas-fakultas eksakta, seperti Fakultas Kedokteran, Teknik, Pertanian dan Peternakan-Perikanan.
f.       Meningkatkan misi dan strategi pendidikan dan pengajaran yang sesuai situasi dunia yang penuh perubahan.
g.      Intensifikasi eksplorasi dan optimalisasi sumberdaya kampus sebagai pemegang informasi yang andal dan reliabel.
h.      Dalam rangka peningkatan karakter ekonomi dan budaya internasional, perlu ekspansi untuk mendirikan kelas internasional.
i.        Meningkatkan kembali komitmen untuk membina kemitraan dengan masyarakat, sehingga UMM dapat berfungsi sebagai jembatan masyarakat ilmiah dengan masyarakat kontemporer.
j.        Memantapkan pendanaan universitas.
k.      Menjadikan UMM sebagai pusat pengkajian, pengamalan, dan dakwah Islam.
l.        Melakukan sentralisasi administrasi dan desentrealisasi akademik yang dilakukan secara bertahap (di mulai tahun 2000).
Penyusunan Renstra UMM dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pertama tahap pembentukan tim, yaitu Pimpinan Universitas membentuk task force yang bertugas untuk menyusun draft renstra. Tahap kedua, tim task force melakukan pengkajian dan analisis terhadap kondisi lembaga dan setelah itu melakukan penyusunan draft renstra. Tahapketiga, pengesahan, yaitu draft renstra tersebut selanjutnya dibawa dan dibahas ke forum rapat senat universitas untuk dilakukan pembahasan dan pengesahan.  Dan keempat,sosialisasi, yaitu renstra di sosialisasikan ke semua Pimpinan Fakultas,  Jurusan dan seluruh lembaga-lembaga yang ada di UMM.
Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) telah memperkenalkan paradigma baru pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia dalam menghadapi tantangan era globalisasi. Paradgima tersebut bertujuan sebagai rerangka dan arah pengembangan kebijakan strategis perguruan tinggi di Indonesia. Rencana Strategis yang disusun UMM tersebut sejak awal telah mempertimbangkan keselarasan dengan Higher Education Long Term Strategy(HELTS) 2003 – 2010 yang telah dicanangkan DIKTI. Strategi HELTS dibangun berlandaskan visi quality, access and equity, institutional autonomy and accountability. Strategi tersebut diarahkan untuk meningkatkan daya saing bangsa yang dilandasi oleh adanya otonomi penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan organisasi. Pada tahun 2010 keunggulan kompetitif sumberdaya manusia Indonesia diharapkan sudah dapat dicapai, karena lembaga pendidikan tinggi, termasuk UMM memiliki program-program yang kuat dan dapat diandalkan, serta memiliki sistem organisasi yang sehat. Dalam jangka yang lebih pendek keunggulan kompetitif di tingkat nasional diharapkan sudah diraih oleh lulusan UMM melalui rencana strategis yang telah ditetapkan diatas.

Dampak Hibah di Perguruan Tinggi
Strategi pengembangan UMM menjadi predikat the real university dan dalam rangka memenuhi harapan stakeholder, maka beberapa program pengembangan telah banyak dilakukan dalam waktu 5 tahun terakhir. Berbagai strategi pengembangan tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan produktifitas, serta untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas lulusan. Program-program pengembangan tersebut antara lain :
a.       Peningkatan kualitas proses belajar mengajar melalui:
1)      Peningkatan mutu dosen, dengan studi lanjut, kursus profesi, short course untuk pengembangan kegiatan akademik, magang dan mendorong peningkatan jabatan fungsionalnya.
2)      Pemberian fasilitas kepada seluruh dosen di UMM untuk menulis buku ajar yang diterbitkan melalui UMM Press.
3)      Peningkatan pendidikan dan perkuliahan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang dilakukan secara bertahap melalui penjenjangan kelas: (a) Fashl al-Mubtada’in(kelas elementer), (b) Fashl al-Mutawassitin (kelas intermediate) dan (c) Fashl al-Mutaqqadimin (kelas advanced).
4)      Mewajibkan semua mahasiswa mengambil ESP (English for Special Purposes)selama 18 jam selama 3 semester.
5)      Menghilangkan dikotomi antara dosen tetap dengan dosen tidak tetap, dengan harapan saling dapat memiliki tanggung jawab yang sama.
6)      Mewajibkan semua mahasiswa baru mengikuti pelatihan internet.
7)      Peningkatan peran Badan Kendali Mutu Akademik (BKMA).
8)      Mengembangkan perpustakaan digital (digital library) yang terkoneksi dengan sekitar 14 perpustakaan digital di dalam dan di luar negeri.
9)      Pengembangan laboratorium kerja dengan teknologi informasi yang berbasis pada LAN dan online internet.
b.      Memotivasi dan memfasilitasi dosen melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat guna meningkatkan produktifitas karya ilmiahnya.
c.       Peningkatan pelayanan administrasi akademik melalui;
1)      Pembangunan jaringan intranet dan Sistem Manajemen Administrasi Akademik (MAA) ke semua komputer yang ada di Laboratorium dan perkantoran.
2)      Percepatan pencetakan kartu mahasiswa (KTM) secara digital pada saat mahasiswa melakukan herregistrasi.
3)      Percepatan proses pembuatan ijazah dwi bahasa, dan penggunaan security ink pada kertas ijazah dan transkrip akademik.
d.      Meningkatkan kerjasama dengan, pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi dalam dan luar negeri, serta lembaga atau instansi lainnya.
e.       Secara terus menerus meningkatkan dan mengoptimalkan saranan dan prasarana yang ada melalui pendekatan interdepartemental resource sharing.
f.       Meningkatkan revenue centre. untuk mencari sumber-sumber pendanaan lainnya melalui pembentukan unit pelaksana teknis (UPT) seperti (1) Unit Produksi Internet (UPI), (2) Badan pengelola gedung serba guna (UMM DOME) , (3) Unit Produksi Pakan Ternak, (4) Unit Koperasi, (5) Unit Penerbitan dan (6) Unit Guest House dan Hotel UMM Inn (7) unit usaha perbengkelan bekerjasama dengan Yamaha (DAU Motor).
Hasil dari program pengembangan tersebut dalam 5 tahun terakhir sebagai berikut:
a.       Pada saat ini telah memiliki 10 fakultas dengan 39 Jurusan, yang terdiri atas : 30 Jurusan S1, 3 Jurusan D3, Akademi Keperawatan, dan 6 Jurusan S2.
b.      Hasil akreditasi yang dilakukan oleh BAN PT adalah sebagai berikut : 9 Jurusan terakriditasi dengan nilai ”A”, 21 Jurusan terakrditasi dengan nilai ”B”, 3 Jurusan terakriditasi dengan nilai ”C”.  Sedangkan 6 Jurusan belum diajukan akreditasinya, karena usianya belum sampai 5 tahun dan belum pernah meluluskan mahasiswanya, yaitu Program Pendidikan Dokter (berdiri tahun 2001), PS Magister Ilmu Hukum, PS Magister Agribisnis, PS Magister Kebijakan Pendidikan yang masing-masing berdiri pada tahun 2004, dan yang terakhir adalah PS Hubungan Internasional (S1) dan PS Teknik Informatika (S1) yang berdiri mulai tahun 2005.
c.       Pada tahun 2004/2005 jumlah mahasiswa yang aktif mencapai 16.087 orang.
d.      Jumlah dosen 1017 orang terdiri atas 413 S1, 547 S2 dan 57 S3 yang tersebar di 32 Jurusan. Sedangkan dosen tetap 388 orang dengan perincian 57 orang bergelar S1, 319 bergelar S2, dan 12 orang bergelar doktor.  Dari 345 dosen tersebut 276 orang diantaranya telah menduduki jabatan Lektor dan Lektor Kepala.
e.       Jumlah buku ajar yang ditulis oleh para dosen yang telah diterbitkan secara nasional (ber-ISBN) berjumlah 142 judul. 
f.       Hibah penelitian DPP (4 tahun terakhir) universitas sebesar Rp 1.427.800.000,- terdiri atas Rp 1.077.700.000,- untuk Penelitian Bidang Ilmu (PBI), Rp 321.600.000,- untuk Penelitian Program Unggulan (P2U), Rp 27.500.000,- untuk Penelitian Institusional (PI), dan Rp 10.000.000,- untuk Penelitian Insentif Penelitian Institusional untuk Mahasiswa (PIPIM)
g.      Memperoleh Hibah penelitian DIKTI sebesar Rp 1.468.812.000,- untuk 147 judul terdiri atas 36 Penelitian Dosen Muda (Rp 298.185.000,-), 1 Penelitian Kajian Wanita (Rp 7.500.000,-), 13 Penelitian Dasar (Rp 439.512.000,-), 10 Penelitian Hibah Bersaing (Rp 723.615.000,-). Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini UMM telah menempati urutan pertama yang proposal penelitiannya didanai oleh DIKTI untuk tingkat PTS se Indonesia.
h.      Sejak 5 tahun terakhir telah ditandatangani MOU dengan 80 institusi yakni pemerintah, perusahaan swasta, perguruan tinggi dalam dan luar negeri, serta lembaga dan instansi lainnya.
Informasi Program Hibah Kompetisi dari DIKTI sesungguhnya sudah diakses UMM sejak tahun 2001, namun usaha secara serius untuk mengajukan proposal PHK ke DIKTI baru dimulai pada tahun 2002.  Tahun 2002, UMM secara resmi mengajukan 7 proposal Semi-QUE IV ke DIKTI.  Proses pembuatan proposal sudah dilakukan secara serius, akan tetapi hasilnya adalah tidak ada satupun proposal yang lolos seleksi.
Pada tahun 2003 UMM mengusulkan lagi 8 proposal Semi-QUE V.  Dari 8 proposal yang diajukan tersebut, 2 proposal berhasil lolos seleksi, yaitu proposal dari PS Teknologi Hasil Pertanian dan PS Agronomi PHK ke DIKTI.  Sementara itu,  pada tahun 2004 yang lalu UMM mampu mengirimkan 4 proposal Program A1, 5 proposal program A2, dan 1 proposal A3.  Hasilnya adalah 2 proposal A1 berhasil lolos seleksi, yaitu proposal dari Jurusan D3 Keuangan dan Berbankan dan Jurusan Teknik Industri,  serta satu proposal   proposal A2, yaitu proposal yang diajukan oleh Teknik Sipil untuk pendanaan tahun 2005.  Tahun 2005 prestasi kembali dicapai oleh Universitas Muhammadiyah Malang yang berhasil memenangkan hibah kompetisi A2 untuk tiga jurusan yaitu Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Jurusan Agronomi.  Keberhasilan sejumlah proposal PHK mempunyai implikasi yang sungguh sangat luar biasa, baik bagi program studi yang mendapatkan hibah maupun bagi program studi lain di lingkungan UMM. Dampak langsung bagi program studi penerima hibah adalah: (1) dapat meningkatkan atmosfir akademik, (2) dapat meningkatkan program pelayanan laboratorium, (3) dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas dan (4) dapat memperbaiki kapasitas internal menajemen.  Akibat perbaikan dan peningkatan kualitas proses sarana dan manajemen dengan dana hibah DIKTI tersebut adalah mampu menurunkan lama penyelesaian skripsi dan lama studi mahasiswa. Sedangkan dampak secara umum adalah memberikan dampak yang cukup baik terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar, atmosfir akademik, interaksi antara dosen dan mahasiswa serta perbaikan internal menajemen, terutama pada jurusan penerima PHK tersebut.

SUMBER : http://www.umm.ac.id/

Provinsi Aceh



asal-mula-nama-aceh

Aceh adalah nama sebuah Bangsa yang mendiami ujung paling utara pulau sumatera yang terletak di antara samudera hindia dan selat malaka.
Aceh merupakan sebuah nama dengan berbagai legenda dan mitos , sebuah bangsa yang sudah dikenal dunia internasional sejak berdirinya kerajaan poli di Aceh Pidie dan mencapai puncak kejayaan dan masa keemasan pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam di masa pemerintahan Sulthan Iskandar Muda hingga berakhirnya kesulthanan Aceh pada tahun 1903 di masa Sulthan Muhammad Daud Syah.
Dan walau dalam masa 42 tahun sejak 1903 s/d 1945 Aceh tanpa pemimpin, Aceh tetap berdiri dan terus berjuang mempertahankan kemerdekaannya dari tangan Belanda dan Jepang yang dipimpin oleh para bangsawan, hulubalang dan para pahlawan Aceh seperti Tgk Umar, Cut Nyak Dhien dan lain-lain dan juga Aceh mempunyai andil yang sangat besar dalam mempertahankan Nusantara ini dengan pengorbanan rakyat dan harta benda yang sudah tak terhitung nilainya hingga Aceh bergabung dengan Indonesia karena kedunguan dan kegoblokan Daud Beureueh yang termakan oleh janji manis dan air mata buaya Soekarno.
Banyak sekali tentang mitos tentang nama Aceh, Berikut beberapa mitos tentang nama Aceh :
1. Menurut H. Muhammad Said (1972), sejak abad pertama Masehi, Aceh sudah menjadi jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Aceh menjadi salah satu tempat singgah para pelintas. Malah ada di antara mereka yang kemudian menetap. Interaksi berbagai suku bangsa kemudian membuat wajah Aceh semakin majemuk. Sepeti dikutip oleh H.M. Said (Pengarang Buku Aceh Sepanjang Abad) catatan Thomas Braddel yang menyebutkan, di zaman Yunani, orang-orang Eropa mendapat rempah-rempah Timur dari saudagar Iskandariah, Bandar Mesir terbesar di pantai Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempah-rempah tersebut bukanlah asli Iskandariah, melainkan mereka peroleh dari orang Arab Saba.Orang-orang Arab Saba mengangkut rempah-rempah tersebut dari Barygaza atau dari pantai Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebelum diangkut ke negeri mereka, rempah-rempah tersebut dikumpulkan di Pelabuhan Aceh.
2. Raden Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid, 1982/1983) menyebutkan bahwa berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan mengenai asal-usul pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan terpencar-pencar.
3. HM. Zainuddin (1961) dalam bukunya Tarich Aceh dan Nusantara, menyebutkan bahwa bangsa Aceh termasuk dalam rumpun bangsa Melayu, yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai Jakun, Semang (orang laut), Senui dan lain sebagainya, yang berasal dari negeri Perak dan Pahang di tanah Semenanjung Melayu.Semua bangsa tersebut erat hubungannya dengan bangsa Phonesia dari Babylonia dan bangsa Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, India. Bangsa Mante di Aceh awalnya mendiami Aceh Besar, khususnya di Kampung Seumileuk, yang juga disebut Gampong Rumoh Dua Blah. Letak kampung tersebut di atas Seulimum, antara Jantho danTangse. Seumileuk artinya dataran yang luas. Bangsa Mante inilah yang terus berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee Sagoe (di Aceh Besar) yang kemudian ikut berpindah ke tempat-tempat lainnya. Sesudah tahun 400 Masehi, orang mulai menyebut ”Aceh” dengan sebutan Rami atau Ramni. Orang-orang dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li, nam wu li, dan nan poli yang nama sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam Muri. Sementara orang Melayu menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan Gerini, nama Lambri adalah pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang terletak di Arakan (antara India Belakang dan Birma), yang merupakan perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama Bari.
4. Rouffaer, salah seorang penulis sejarah, menyatakan kata al Ramni atau al Rami diduga merupakan lafal yang salah dari kata-kata Ramana. Setelah kedatangan orang portugis mereka lebih suka menyebut orang Aceh dengan Acehm.
5. Sementara orang Arab menyebutnya Asji. Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh dengan Acehm, Acin, Acheh ; orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin. Orang-orang Belanda menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh, dan Atjeh. Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya Atjeh.
6. Informasi tentang asal-muasal nama Aceh memang banyak ragamnya. Dalam versi lain, asal-usul nama Aceh lebih banyak diceritakan dalam mythe, cerita-cerita lama, mirip dongeng. Di antaranya, dikisahkan zaman dahulu, sebuah kapal Gujarat (India) berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai Tjidaih (baca: ceudaih yang bermakna cantik, kini disebut Krueng Aceh).Para anak buah kapal (ABK) itu pun kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande. Namun, dalam perjalanan tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah pohon. Mereka memuji kerindangan pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang artinya indah, indah, indah. Menurut Hoesein Djajadiningrat, pohon itu bernama bak si aceh-aceh di Kampung Pande (dahulu),Meunasah Kandang. Dari kata Aca itulah lahir nama Aceh.
7. Dalam versi lain diceritakan tentang perjalanan Budha ke Indo China dan kepulauan Melayu. Ketika sang budiman itu sampai di perairan Aceh, ia melihat cahaya aneka warna di atas sebuah gunung. Ia pun berseru “Acchera Vaata Bho” (baca: Acaram Bata Bho, alangkah indahnya). Dari kata itulah lahir nama Aceh. Yang dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah ujung batu putih dekat Pasai.
8. Dalam cerita lain disebutkan, ada dua orang kakak beradik sedang mandi di sungai. Sang adik sedang hamil. Tiba-tiba hanyut sebuah rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak sesuatu yang bergerak-gerak. Kedua putri itu lalu berenang dan mengambilnya. Ternyata yang bergerak itu adalah seorang bayi. Sang kakak berkata pada adiknya “Berikan ia padaku karena kamu sudah mengandung dan aku belum. ”Permintaan itu pun dikabulkan oleh sang adik. Sang kakak lalu membawa pulang bayi itu ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri di atas balai-balai yang di bawahnya terdapat perapian (madeueng) selama 44 hari, layaknya orang yang baru melahirkan. Ketika bayi itu diturunkan dari rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe nyang mume, a nyang ceh (Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang melahirkan).
9. Mitos lainnya menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sedang berlayar, dengan suatu sebab kapalnya karam. Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah sebatang pohon yang oleh penduduk setempat dinamaipohon aceh. Nama pohon itulah yang kemudian ditabalkan menjadi nama Aceh.
10. Talson menceritakan, pada suatu masa seorang puteri Hindu hilang, lari dari negerinya, tetapi abangnya kemudian menemukannya kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada penduduk di sana bahwa puteri itu aji, yang artinya ”adik”. Sejak itulah putri itu diangkat menjadi pemimpin mereka, dan nama aji dijadikan sebagai nama daerah, yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Aceh.
11. Mitos lainnya yang hidup di kalangan rakyat Aceh, menyebutkan istilah Aceh berasal dari sebuah kejadian, yaitu istri raja yang sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh penduduk saat itu disebut ka ceh yang artinya telah lahir. Dan, dari sinilah asal kata Aceh.
12. Kisah lainnya menceritakan tentang karakter bangsa Aceh yang tidak mudah pecah. Hal ini diterjemahkan dari rangkaian kata a yang artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah. Jadi, kata aceh bermakna tidak pecah.
Aceh adalah nama sebuah Bangsa yang mendiami ujung paling utara pulau sumatera yang terletak di antara samudera hindia dan selat malaka.
Aceh merupakan sebuah nama dengan berbagai legenda dan mitos , sebuah bangsa yang sudah dikenal dunia internasional sejak berdirinya kerajaan poli di Aceh Pidie dan mencapai puncak kejayaan dan masa keemasan pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam di masa pemerintahan Sulthan Iskandar Muda hingga berakhirnya kesulthanan Aceh pada tahun 1903 di masa Sulthan Muhammad Daud Syah.
Dan walau dalam masa 42 tahun sejak 1903 s/d 1945 Aceh tanpa pemimpin, Aceh tetap berdiri dan terus berjuang mempertahankan kemerdekaannya dari tangan Belanda dan Jepang yang dipimpin oleh para bangsawan, hulubalang dan para pahlawan Aceh seperti Tgk Umar, Cut Nyak Dhien dan lain-lain dan juga Aceh mempunyai andil yang sangat besar dalam mempertahankan Nusantara ini dengan pengorbanan rakyat dan harta benda yang sudah tak terhitung nilainya hingga Aceh bergabung dengan Indonesia karena kedunguan dan kegoblokan Daud Beureueh yang termakan oleh janji manis dan air mata buaya Soekarno.
Banyak sekali tentang mitos tentang nama Aceh, Berikut beberapa mitos tentang nama Aceh :
1. Menurut H. Muhammad Said (1972), sejak abad pertama Masehi, Aceh sudah menjadi jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Aceh menjadi salah satu tempat singgah para pelintas. Malah ada di antara mereka yang kemudian menetap. Interaksi berbagai suku bangsa kemudian membuat wajah Aceh semakin majemuk. Sepeti dikutip oleh H.M. Said (Pengarang Buku Aceh Sepanjang Abad) catatan Thomas Braddel yang menyebutkan, di zaman Yunani, orang-orang Eropa mendapat rempah-rempah Timur dari saudagar Iskandariah, Bandar Mesir terbesar di pantai Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempah-rempah tersebut bukanlah asli Iskandariah, melainkan mereka peroleh dari orang Arab Saba.Orang-orang Arab Saba mengangkut rempah-rempah tersebut dari Barygaza atau dari pantai Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebelum diangkut ke negeri mereka, rempah-rempah tersebut dikumpulkan di Pelabuhan Aceh.
2. Raden Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid, 1982/1983) menyebutkan bahwa berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan mengenai asal-usul pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan terpencar-pencar.
3. HM. Zainuddin (1961) dalam bukunya Tarich Aceh dan Nusantara, menyebutkan bahwa bangsa Aceh termasuk dalam rumpun bangsa Melayu, yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai Jakun, Semang (orang laut), Senui dan lain sebagainya, yang berasal dari negeri Perak dan Pahang di tanah Semenanjung Melayu.Semua bangsa tersebut erat hubungannya dengan bangsa Phonesia dari Babylonia dan bangsa Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, India. Bangsa Mante di Aceh awalnya mendiami Aceh Besar, khususnya di Kampung Seumileuk, yang juga disebut Gampong Rumoh Dua Blah. Letak kampung tersebut di atas Seulimum, antara Jantho danTangse. Seumileuk artinya dataran yang luas. Bangsa Mante inilah yang terus berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee Sagoe (di Aceh Besar) yang kemudian ikut berpindah ke tempat-tempat lainnya. Sesudah tahun 400 Masehi, orang mulai menyebut ”Aceh” dengan sebutan Rami atau Ramni. Orang-orang dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li, nam wu li, dan nan poli yang nama sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam Muri. Sementara orang Melayu menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan Gerini, nama Lambri adalah pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang terletak di Arakan (antara India Belakang dan Birma), yang merupakan perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama Bari.
4. Rouffaer, salah seorang penulis sejarah, menyatakan kata al Ramni atau al Rami diduga merupakan lafal yang salah dari kata-kata Ramana. Setelah kedatangan orang portugis mereka lebih suka menyebut orang Aceh dengan Acehm.
5. Sementara orang Arab menyebutnya Asji. Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh dengan Acehm, Acin, Acheh ; orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin. Orang-orang Belanda menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh, dan Atjeh. Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya Atjeh.
6. Informasi tentang asal-muasal nama Aceh memang banyak ragamnya. Dalam versi lain, asal-usul nama Aceh lebih banyak diceritakan dalam mythe, cerita-cerita lama, mirip dongeng. Di antaranya, dikisahkan zaman dahulu, sebuah kapal Gujarat (India) berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai Tjidaih (baca: ceudaih yang bermakna cantik, kini disebut Krueng Aceh).Para anak buah kapal (ABK) itu pun kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande. Namun, dalam perjalanan tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah pohon. Mereka memuji kerindangan pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang artinya indah, indah, indah. Menurut Hoesein Djajadiningrat, pohon itu bernama bak si aceh-aceh di Kampung Pande (dahulu),Meunasah Kandang. Dari kata Aca itulah lahir nama Aceh.
7. Dalam versi lain diceritakan tentang perjalanan Budha ke Indo China dan kepulauan Melayu. Ketika sang budiman itu sampai di perairan Aceh, ia melihat cahaya aneka warna di atas sebuah gunung. Ia pun berseru “Acchera Vaata Bho” (baca: Acaram Bata Bho, alangkah indahnya). Dari kata itulah lahir nama Aceh. Yang dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah ujung batu putih dekat Pasai.
8. Dalam cerita lain disebutkan, ada dua orang kakak beradik sedang mandi di sungai. Sang adik sedang hamil. Tiba-tiba hanyut sebuah rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak sesuatu yang bergerak-gerak. Kedua putri itu lalu berenang dan mengambilnya. Ternyata yang bergerak itu adalah seorang bayi. Sang kakak berkata pada adiknya “Berikan ia padaku karena kamu sudah mengandung dan aku belum. ”Permintaan itu pun dikabulkan oleh sang adik. Sang kakak lalu membawa pulang bayi itu ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri di atas balai-balai yang di bawahnya terdapat perapian (madeueng) selama 44 hari, layaknya orang yang baru melahirkan. Ketika bayi itu diturunkan dari rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe nyang mume, a nyang ceh (Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang melahirkan).
9. Mitos lainnya menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sedang berlayar, dengan suatu sebab kapalnya karam. Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah sebatang pohon yang oleh penduduk setempat dinamaipohon aceh. Nama pohon itulah yang kemudian ditabalkan menjadi nama Aceh.
10. Talson menceritakan, pada suatu masa seorang puteri Hindu hilang, lari dari negerinya, tetapi abangnya kemudian menemukannya kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada penduduk di sana bahwa puteri itu aji, yang artinya ”adik”. Sejak itulah putri itu diangkat menjadi pemimpin mereka, dan nama aji dijadikan sebagai nama daerah, yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Aceh.
11. Mitos lainnya yang hidup di kalangan rakyat Aceh, menyebutkan istilah Aceh berasal dari sebuah kejadian, yaitu istri raja yang sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh penduduk saat itu disebut ka ceh yang artinya telah lahir. Dan, dari sinilah asal kata Aceh.
12. Kisah lainnya menceritakan tentang karakter bangsa Aceh yang tidak mudah pecah. Hal ini diterjemahkan dari rangkaian kata a yang artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah. Jadi, kata aceh bermakna tidak pecah.
13. Di kalangan peneliti sejarah dan antropologi, asal-usul bangsa Acehadalah dari suku Mantir (Mantee, bahasa Aceh) yang hidup di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri dan postur tubuh yang agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh sekarang. Diduga suku Manteu ini mempunyai kaitan dengan suku bangsa Mantera di Malaka, bagian dari bangsa Khmer dari Hindia Belakang.
13. Di kalangan peneliti sejarah dan antropologi, asal-usul bangsa Acehadalah dari suku Mantir (Mantee, bahasa Aceh) yang hidup di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri dan postur tubuh yang agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh sekarang. Diduga suku Manteu ini mempunyai kaitan dengan suku bangsa Mantera di Malaka, bagian dari bangsa Khmer dari Hindia Belakang.